Adalah kewajaran jika dalam perjalanan hidup manusia mengalami cinta dan putus cinta. Menurut pengalaman pribadi, rasanya seperti terbang ke negeri dongeng yah bila jatuh cinta :-). Muka berseri-seri, senyum-senyum sendiri, dan selalu teringat sang pujaan hati. Eh, tapi kalau terbangnya ketinggian jika jatuh rasanya juga semakin sakit. Betapa saat itu dunia rasanya berakhir. Sulit rasanya bagiku bangkit ketika kehilangan. Ketika sebuah hubungan harus berakhir karena sudah tidak lagi bisa sejalan dan seirama. Ditambah lagi kalau kehilangannya karena si dia lebih memilih orang lain. Ouch, extremelly dramatic, sakit sekali yah. Lalu fase berikutnya yang dilakukan adalah mencari nasehat untuk menguatkan hati. Mencari kutipan-kutipan dari motivator ternama untuk membangkitkan semangat. Menyibukkan diri agar tak terus terpuruk. Ah, waktu itu benar-benar terpuruk rasanya. Ditambah lagi desakan kanan kiri meminta untuk sesegera mungkin mengakhiri masa lajang. Amboi rasanya!
Lalu, “Semua akan indah pada waktunya”, iya.. kalimat itu yang kemudian menyadarkanku tentang sesuatu. Allah yang memiliki kuasa atas segalanya. Termasuk kuasa dalam kehidupanku. Waktu itu aku percaya, jika Allah memberi sakit maka Allah juga akan memberi sembuh. Allah akan memberi pengganti yang jauh lebih baik pada waktunya nanti untukku. Dan ternyata Allah memang tidak pernah ingkar janji. Semuanya akhirnya nyata terjadi.
Maret 2013, seorang lelaki yang tak asing lagi wajahnya tiba-tiba datang dalam kehidupanku. Bekas kakak kelas SMP yang tak pernah kukenal sebelumnya. Tak pernah bertegur sapa, hanya sekedar tahu beliau itu siapa.
Mei 2013, lelaki itu akhirnya resmi membawa keluarga besarnya untuk melamar.
September 2013, saat terindah ketika lelaki itu dengan izin Allah datang mengucapkan Ijab Qabulnya untukku. Akhirnya memang benar adanya. Semua akan indah pada waktunya kan? 🙂
Adalah kamu, lelaki yang telah menghipnotis ibuku dengan kesholehanmu. Lalu, yakin seyakin yakinnya bahwa ridho Allah tergantung pada ridho orangtua. Hal itu yang pada akhirnya membuatku mantap untuk menjalankan sisa hidup bersamamu. Adalah kamu, lelaki yang penuh kasih sayang yang segera memintaku untuk menjadi pendampingmu. Adalah kamu, lelaki sabar yang mau menerimaku dengan segala kekuranganku. Adalah kamu, lelaki yang pada akhirnya mewarnai hidupku dengan kebahagiaan. Adalah kamu, lelaki yang dengan segala keindahannya menjadi imamku. Adalah kamu, iya kamu, Sigit Nashofi, terima kasih telah menjadikanku sebagai pendampingmu. Menjadikanku perempuan abadimu. Sekali lagi trima kasih. Izinkan aku menua bersamamu.
Piyaman, 20 Agustus 2015